Melihat Novel "No Place Like Home" melalui Kritik Sastra dengan Pendekatan Objektif

Novel “No Place Like Home” merupakan novel karya Alma Aridatha yang diterbikan pertama kali pada tahun 2017. Karya sastra yang indah dapat dikatakan indah setelah seseorang mengapresiasi karya tersebut, begitu pula dengan Novel ini di awal proses apresiasi ini dapat kami sampaikan bahwa novel ini merupakan novel yang bagus untuk dibaca, mengapa? Untuk mengetahui lebih jelas mengapa novel ini tepat dan bagus untuk dibaca, kami menelaah dengan kritik sastra pada novel ini melalui metode pendekatan objektif.

Pertama, mengenai tema. Penulis begitu cerdik dalam memilih tema yang kadang tidak terpikirkan oleh penulis lain, tema yang diangkat adalah kehidupan seorang anak laki-laki yang dicap sebagai anak haram yang kedua orangtuanya telah berpisah. Penulis dalam menyampaikan tema tersebut sangat apik dengan penguatan penceritaan tema pada halaman pertama.

“Tetap saja, rasa gugupnya sama seperti empat tahun lalu, saat Tara memberi tahu tentang siapa ayah kandungnya-Ganda- dan mengajak Ganda bertemu dengan lelaki itu”

Kalimat tersebut, sudah memberikan isyarat kepada pembaca bahwa Ganda merupakan seorang anak dari keluarga yang ayah dan ibunya berpisah. Dengan kisi-kisi tersebut membuat pembaca penasaran seperti apa akhir kisah dari seorang Ganda.

Selain tema, ada pula latar yang begitu menguatkan dan mendukung novel ini. Penulis dalam hal ini masih kurang jelas ketika tokoh perpindah tempat antara tempat satu ke tempat yang lain. Sehingga dalam pendapat kami kelemahan novel ini terdapat pada pemilihan latar, karena terlalu banyak latar yang digunakan antara lain :

  • Latar Tempat :
    ~ Di ruang tengah (Ganda menarik napas perlahan, menenangkan dirinya sebelum menghampiri Tara yang duduk di ruang tengah bersama Juna)
    ~ Kamar (Kegiatan Ganda menyiapkan barang-barangnya yang akan dibawanya MOS besok terhenti saat pintu kamarnya diketuk)
    ~ Jalan raya (Tak lama, mereka sudah berada di jalan raya, menuju penjual sate nasi padang)
    ~ Atlantis Smart School (Atlantis Smart School, salah satu yayasan SMP dan SMA swasta terbaik di sana, berada tidak sampai satu kilometer dari gerbang komplek perumahan mereka)
    ~ Gedung Olahraga Atlantis (Teriakan keras itu menggema di Gedung Olahraga Atlantis, yang menjadi lokasi berkumpulnya para siswa baru peserta MOS untuk kelas Senior)
    ~ Toilet (Mereka ternyata dibawa ke toilet siswa)
    ~ Dapur (Selesai berganti pakaian, Ganda kembali ke dapur, di mana Jess masih tetap pada posisinya.)
    ~ Kelas (Kelas X.B berada di pintu kedua dari lift)
    ~ Komplek rumah (Komplek rumahku, tapi aku belum terlalu kenal)
    ~ Ballroom (Acara promnite Atlantis Smart School kali ini berlangsung di sebuah ballroom hotel bintang tiga, di kawasan Jakarta Pusat)
  • Latar Waktu :
    ~ Minggu depan (Sementara para Junior baru akan mulai MOS minggu depan.)
    ~ Weekend (Sejak pindah ke mari, Ganda hanya bisa berinteraksi lama dengan papanya saat weekend)
    ~ Hari terakhir MOS (Hari terakhir MOS adalah masa paling santai)
    ~ Akhir minggu ini (akhir minggu ini ulang tahun Navisha yang ketiga)
    ~ Jam istirahat (Jam istirahat, Ganda mengikuti ajakan Nadya kekantin)

  • Latar Suasana :
    ~ Kesal (Tara mulai terlihat kesal)
    ~ Bersyukur (Dia harus bersyukur Jess masih meluangkan waktu untuknya, meskipun itu hanya sekadar mengingatkan makan)
    ~ Sungkan (Nggak. Cuma… sungkan)
    ~ Ribut (Suasana ribut di sana segera reda, begitu guru mata pelajaran pertama melangkah masuk)
    ~ Tegang (Setelah insiden subuh tadi, Ganda mengira pagi ini suasana akan tegang)

Melihat latar yang dipilih oleh penulis diatas membuat pembaca sedikit kebingungan dengan latar yang diceritakan, namun dengan kuatnya penceritaan tokoh membuat bal tersebut tidak kelihatan ketika membaca secara langsung.

Setelah membahas mengenai tema dan latar tidak lengkap jika tidak membahas mengenai alur yang diciptakan oleh Alma Aridatha dalam novel “No Place Like Home”. Novel tersebut menggunakan alur maju. Hal tersebut dapat diketahui dalam cerita bahwa diawal diceritakan bahwa Ganda saat itu baru saja lulus dari SMP dan akan melanjutkan sekolahnya di SMA dan ia berpindah ikut tinggal bersama ayahnya. Kemudian di akhir diceritakan bahwa Ganda telah lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah. Alur yang sederhana itu membuat novel ini lebih nyata mengenai cerita yang ditampilkan oleh penulis.

Setelah melihat sastra ini melalui tema, alur, dan latarnya maka perlu juga kita melihat novel ini berdasarkan tokoh, penokahan serta amanat yang ingin disampaikan pada novel ini.

Menurut Pendapat kami pemilihan nama tokoh pada novel ini sangat cerdik, karena pemilihan nama yang begitu populer di masyarakat tanpa memilih nama tokoh yang sulit untuk diingat bahkan dibaca. Novel yang tergolong pada era 2010 keatas ini juga termasuk novel yang menekankan pada kesederhanaan pemelihan kosa kata karena, melihat berkembangnya novel era sekarang atau terbitan baru-baru banyak yang menggunakan nama tokoh yang sulit dan terlihat asing dari masyarakat. Nama tokoh yang sederhana pada novel ini menurut pendapat kami juga memberikan tanda tanya yang menimbulkan sikap penasaran mengapa tokoh pada novel ini bernama itu, salah satu contohnya pada pemilihan nama tokoh utama yaitu Ganda dalam pemikiran pembaca mungkin terbesit apakah tokoh ini berkepribadian ganda atau bagaimana, sehingga dengan rasa penasaran itu membuat para pembaca semakin penasaran dan ingin cepat menyelesaikan untuk membaca novel “No Place Like Home”

Tokoh yang dipilih pada novel ini juga tidak banyak, sehingga pembaca lebih mudah menyerap dan menghapal siapa saja tokoh dalam novel ini. Penulis juga pintar dalam hal ini karena dengan tokoh yang tidak terlalu banyak memberikan kejelasan benang merah pada tokoh utama tanpa adanya pengecoh yang bisa disebabkan dengan adanya tokoh tritagonis yang banyak.

“No Place Like Home” karya Alma Aridatha ini menceritakan dengan begitu jelas kisah tokoh utamanya yaitu Ganda, kemudian untuk membangun suasana yang dinamis dan membangun konflik pada novel ini ditambahkan tokoh pendukung antara lain Gio, Jess, Tara, Dhimas, dan Nadya.

Sifat - sifat pada tokoh dalam novel ini juga bermacam-macam, yang disesuaikan dengan kondisi di masyarakat sesuai dengan kriteria penokohannya, salah satu contohnya Ganda merupakan seorang remaja cowok yang sudah remaja usia Sekolah Menengah Atas antara 16-18 tahun diceritakan bersifat tertutup dan cuek, pemilihan sifat itu oleh penulis sangat tepat karena di masyarakat remaja cowok pada usia tersebut kebanyakan bersifat lebih tertutup dan cuek. Sifat tokoh lain pada novel ini juga sesuai dengan sifat masyarakat umum antara lain Gio : ayah kandung Ganda yang memiliki sifat jail tapi perhatian, Jess : Ibu tiri Ganda yang bersifat galak, Tara : ibu kandung Ganda yang memiliki sifat sabar, Dhimas : ayah tiri Ganda yang bersifat tegas, dan Nadya : teman cewek SMA Ganda yang memiliki sifat bawel. Sifat yang diceritakan oleh penulis sangat baik dan tepat dengan penggambaran yang jelas baik ketika berdialog maupun melalui penggambaran dalam narasi penulis.

Salah satu faktor penting ketika sesorang membuat karya sastra adalah amanat atau petuah yang didapatkan ketika penikmat karya sastra tersebut membaca karya sastranya. Begitu juga dengan novel "No Place Like Home" juga memberikan amanat pada karyanya, penulis novel ini cerdik menyisipkan amanat dalam karyanya dengan memberikan kutipan yang begitu menyentuh yang ditempatkan pada dialog tokohnya, sehingga pembaca secara langsung dapat memetik kalimat amanat tersebut dan pesan yang disampaikan juga sesuai dengan tema yang diangkat oleh novel ini. Contoh kutipan dialog yang memberikan amanat secara tekstual adalah

" Laki-laki yang nggak bisa jaga kehormatan pasangannya sebelum nikah itu murahan, bukan jagoan." Kata Ganda.

Pada kutipan dialog tersebut dijelaskan bahwa seorang laki-laki yang tidak bisa menjaga kehormatan pasangannya merupakan laki-laki yang murahan bukan seorang jagoan. Selain itu ada pula kutipan dialog yaitu

" Pertama-tama kalian harus memahami dulu apa tujuan kalian datang ke sekolah. Dulu sekolah itu dipandang sebagai tempat menimba ilmu. Tapi sekarang, lebih difungsikan sebagai lembaga pemberi nilai. Padahal, mencari nilai itu tidak sama dengan menimba ilmu."

Pada kalimat tersebut penulis menyampaikan bahwa sekolah bukanlah tempat mencari nilai melainkan tempat untuk menimba ilmu.

Setelah melihat, membaca, dan mengapresiasi secara objektif novel “No Place Like Home” dapat diketahui bahwa novel ini merupakan novel yang unik, cerdik, dan bernilai amanat yang tinggi.

1 Like