KATA : Yang Jelas dan Yang Kabur

sumber - susuru
sumber: https://www.susu.ru/

Bila berbicara mengenai “kata”, masih ada banyak hal yang menjadi pertanyaan. Apakah semua kata yang kita kenal “jelas”? Bagaimana dengan kata yang “kabur”?
Hal ini dimulai sejak orang-orang Yunani terbagi menjadi dua kubu, yaitu kaum naturalis dan konvensionalis. Kaum naturalis percaya bahwa kata memiliki makna “secara alami”, artinya bahwa ada suatu hubungan atau korespondensi intrinsik antara bunyi dan makna. Sedangkan kaum konvensionalis menyatakan bahwa makna adalah masalah trasisi dan konvensi (perjanjian), masalah sejenis “kontrak sosial” dalam bidang bahasa.
Lalu muncul pertanyaan lain, apakah bahasa itu konvensional atau dimotivasi? Tiap ungkapan terdiri dari kata-kata yang bersifat arbitrer (sewenang-wenang) dan kabur, tanpa sesuatu hubungan antara bunyi dengan makna, dan ada kata lain yg setidaknya pada tingkat tertentu dimotivasi dan jelas. Terdapat banyak kata yang sama sekali kabur dan tak dapat dianalisa adalah suatu kenyataan yang hampir tidak perlu dibuktikan lagi. Ada beberapa alasan yang menguatkan, yaitu alasan deskriptif, historis, dan komparatif.

  • Motivasi Fonetik
    Penerapan ini dapat banyak dijumpai dalam puisi dan prosa. Penggunaan onomatope sebagai stilistika didasarkan pada kata demi kata seperti pada kombinasi dan modulasi nilai bunyi yang dapat diperkuat oleh faktor-faktor seperti aliterasi, ritme, asonansi, dan rima.
    Onomatope memiliki unsur-unsur tertentu.
    (1) Sistem morfem pembentuk akar pada bagian awal atau akhir, ada sistem signifikansi (makna) yang samar-samar. Dengan sistem itu, konotasi yang ada dihubungkan.
    (2) Pola itu bekerja melalui alternasi atau perubahan vokal
    Ada beberapa minat semantik mengenai onomatope:
    a. Diharapkan bentukan-bentukan yang sama dalam berbagai bahasa yang disebut kaitan elementer (elementary affinity).
    b. Adanya suatu kesamaan atau keselarasan (harmoni) antara nama dan makna.
    c. Onomatope akan memegang peran hanya jika dimungkinkan oleh konteksnya. “Konteks” artinya dalam pengertian yang lebih luas, yaitu: meliputi konteks verbal dan konteks situasi.
    d. Sebuah kata adalah onomatope hanya jika kata itu dirasa demikian.
    Faktor utama yang menyebabkan menjadi kaburnya motivasi fonetik adalah perubahan bunyi. Dalam sejarah penelitian bahasa, terdapat “hukum bunyi” yang mampu menunjukkan ukuran-ukuran perubahan tertentu. Selain itu, kata-kata juga mengenal berbagai jenis peristiwa fonetis, seperti asimilasi, disimilasi, dsb., yang juga dapat menghapus efek-efek onomatopis.
    Memperoleh motivasi fonetik didapatkan dari perubahan bunyi. Perubahan bunyi yang menghapuskan keekspresifan banyak kata, bisa juga memberikan efek onomatopis kepada kata lain.

  • Motivasi Morfologis dan Semantik
    Segolongan besar kata yang lain dimotivasi oleh struktur morfologisnya. Kata penulis adalah kata yang ‘jelas’ (transparent) karena dapat dianalisis menjadi dua morfem yang masing-masing komponennya mempunyai makna tersendiri, yaitu verba tulis dan awalan pen- yang membentuk verba pelaku dari verba. Pada kata telur mata sapi akan susah untuk dipahami apabila tidak menggunakan imajinasi, karena apabila kita hanya melihat gelapnya hubungan antara komponen-komponen dalam kata majemuk tersebut, telur mata sapi tidak mengandung mata dan unsur sapi. Sehingga jelas bahwa kata-kata majemuk itu dimotivasi secara morfologis.
    Jenis motivasi yang didasarkan pada semantik (makna) dapat terlihat pada contoh kata puncak acara. Kata puncak dimotivasi oleh kesamaan gagasan dengan puncak gunung. Ada unsur-unsur yang membedakan kedua motivasi ini dari onomatope:
    (1) Dalam banyak hal, sebuah kata ternyata dimotivasi secara morfologis dan semantik.
    (2) Kedua motivasi ini juga umum muncul meskipun secara relatif.
    (3) Motivasi morfologis dan semantik juga melibatkan suatu unsur subjektif, meskipun jauh lebih kecil dibandingkan dengan onomatope.
    Hilangnya motivasi morfologis dan semantik dapat terjadi karena tiga cara berikut
    a. Perubahan bunyi memegang peranan penting dan dapat menghancurkan motivasi. Bagian-bagian yang membentuk majemuk bisa berkaitan erat dan menjadi satuan yang tidak terpisahkan lagi dan menjadi kabur.
    b. Majemuk dan derivatif juga kehilangan motivasinya jika salah satu unsurnya tidak pernah dipakai lagi.
    c. Kata majemuk dan derivatif itu akan kehilangan motivasinya jika ada jarak makna yang amat lebar antara majemuk atau derivatif itu dengan unsur-unsurnya.
    Motivasi morfologis dapat diperoleh dengan proses etimologi populer. Ada beberapa karakteristik etimologi populer, yaitu:
    a. Motivasi baru akan mempengaruhi makna sebuah kata, tetapi bentuknya tidak berubah.
    b. Ada hal di mana motivasi baru akan mengubah bentuk, namun makna tidak berubah.
    c. Etimologi populer banyak melanggar bentuk dan makna sekaligus.
    d. Dalam bahasa-bahasa yang mempunyai sistem ejaan yang bersifat nonfonetis, etimologi populer dapat dibatasi hanya pada bentuk tulisan saja tanpa memengaruhi pengucapannya.
    Etimologi populer juga dapat melengkapi motivasi semantik bagi kata-kata yang kabur. Jika ada dua kata yang identik bentuknya dan maknanya tidak begitu berbeda, maka akan ada kecenderungan untuk memandang kedua kata itu sebagai sebuah kata dengan dua makna.

Dalam sejarah suatu bahasa, mungkin terjadi suatu gerak atau perubahan dari motivasional ke arah konvensional, atau sebaliknya, dan keseimbangan antara dua unsur itu bisa sangat berubah-ubah sepanjang waktu. Untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang bagaimana pengaruh antara kata yang jelas (transparan) dan yang kabur, ketiga motivasi yang sudah dikemukakan tadi diuji secara terpisah. Tetapi untuk masa sekarang, walaupun seseorang mendapatkan kesan yang cukup pasti tentang banyaknya onomatope atau metafora dalam suatu bahasa, ternyata cukup sulit merumuskan onomatope tersebut secara tepat.
Dengan motivasi morfologis, seseorang memiliki dasar yang cukup pasti karena motivasi morfologis adalah yang paling jelas dan paling sedikit unsur subjektifnya dan kecenderungan-kecenderungan juga sangat jelas, meskipun hal itu tidak didukung oleh rumusan yang bersifat statistik.

Pada bahasa Jerman, Inggris, dan Perancis, dapat ditemukan perbandingan berikut:

  • Dalam bahasa Jerman, banyak terdapat lebih banyak kata majemuk dan jauh lebih mudah membentuknya daripada bahasa Inggris dan Perancis.
  • Bahasa Jerman memiliki banyak bentukan-bentukan derivatif, yang berhubungan dengan kata-kata yang sederhana dan kabur dalam bahasa Inggris dan bahasa Perancis.
  • Bahasa Inggris dan Perancis menggunakan sebuah kata tersendiri yang diturunkan dari Yunani dan Latin. Bahasa Perancis juga lebih banyak menghindarkan pemakaian derivasi daripada bahasa Inggris.
    Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa bahasa Perancis cenderung ke arah kekaburan dalam struktur kata, sedangkan bahasa Jerman mengarah kepada jenis yang jelas dimotivasi. Bahasa Inggris merupakan gabungan dari dua bahasa itu, walaupun secara keseluruhan lebih dekat dengan bahasa Perancis.

Perubahan bunyi memegang peranan penting dalam menumbuhkan bahasa Perancis menuju ungkapan-ungkapan yang relatif kabur. Bahan dasar fonetis kata-kata Latin secara drastik ‘dikebiri’; bunyi-bunyi berkembang berbeda-beda sesuai dengan lingkungannya, tempatnya dalam kata, dan pengaruh aksen. Faktor-faktor itu telah menyobek-nyobek hubungan etimologis dan telah menambah unsur konvensional dalam bahasa itu.
Terkadang, kesimpulan ditarik terlalu “jauh” mengenai kata-kata transparan dan kabur ini, Untuk mengatasi hal tersebut, ada beberapa pengaruh motivasi sebagai berikut:
a. Besarnya pengaruh jenis transparan atau jenis yang kabur dalam suatu bahasa akan secara langsung berpengaruh terhadap perlakuan kata-kata asing.
b. Motivasi mempunyai relevansi langsung dengan belajar dan mengajarkan bahasa asing.
c. Kontras antara bahasa yang transparan dengan yang kabur dapat juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi sosiokultural

Referensi
Ullmann, Stephen. (2014). Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

3 Likes