IFX/KFX, Hidup Segan Mati Tak Mau?

IFX/KFX, Hidup Segan Mati Tak Mau?
Pada 2014 lalu, Indonesia dan Korea Selatan meneken perjanjian kerjasama kesepakatan pembagian ongkos produksi jet tempur KFX/IFX antara Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Duta Besar Korea Selatan Cho Tai-young. Perjanjian itu meliputi kerja sama rekayasa teknik dan pengembangan.

Lalu dua tahun kemudian, Pemerintah Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia dan Korea Aerospace Industries (KAI) meneken kesepakatan pembagian tugas. Kesepakatan itu mengatur tentang porsi keterlibatan PT DI dalam program jet tempur terkait dengan desain, data teknis, spesifikasi, informasi kemampuan, pengembangan purwarupa, pembuatan komponen, serta pengujian dan sertifikasi.

Dalam kontrak kerja sama itu dipaparkan bahwa Pemerintah Korsel menanggung 60 persen pembiayaan proyek, kemudian sisanya dibagi rata antara Pemerintah Indonesia dan Korea Aerospace Industries (KAI) masing-masing 20 persen.

Tetapi seperti diberitakan beberapa waktu lalu, proyek jet tempur KFX/IFX yang merupakan generasi 4.5 terhambat akibat Indonesia menunggak pembayaran biaya yang sudah diatur sesuai persentase dalam perjanjian. Dari persentase itu, Indonesia menanggung beban pembiayaan sebesar Rp 20.3 triliun. Dari jumlah itu, Indonesia masih menunggak Rp 7.1 triliun.

Pada September 2020, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan melakukan renegosiasi meminta penurunan pembagian ongkos program menjadi 15 persen. Sementara itu pemerintah Korea Selatan hanya menyetujui renegosiasi pembagian ongkos kontrak di angka 18,8 persen.

Selain di sisi pendanaan, Indonesia juga meminta pemerintah Korea Selatan untuk memberikan akses pada para teknisi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang terlibat pada program ini kepada teknologi – teknologi tingkat tinggi yang sensitif.

Tetapi dari pihak Korea Selatan menyatakan, Pemerintah Indonesia tidak mempunyai perjanjian akses teknologi tingkat tinggi atau sensitif dengan Amerika Serikat. Sebab, Korea Selatan mendapatkan panduan tentang teknologi itu sebagai bagian dari kontrak pembelian jet tempur siluman F-35 buatan Lockheed Martin oleh Korea Selatan.

Lebih setahun berlalu setelah renegoisasi, nasib program KFX/IFX pun masih tanda tanya. Pasalnya Kementerian Pertahanan hingga saat ini belum mendapat anggaran untuk menjalankan program tersebut. Menurut Usulan Revisi Anggaran Kementerian Pertahanan baik pada tahun 2021 maupun tahun 2022, belum ada anggaran untuk pendanaan program tersebut.

Walaupun secara anggaran, Kementerian Pertahanan selalu mengalami kenaikan. Anggaran belanja pertahanan Indonesia masih relatif rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia termasuk di ASEAN. Berdasarkan data yang dirilis oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI, 2020), menunjukkan bahwabelanja militer Indonesia hanya 0,86% PDB. Negara-negara ASEAN lainnya sudah di atas1% PDB seperti Filipina (1,01%), Malaysia (1,14%), Thailand (1,47%), Singapura (3,2%) dan Brunei Darussalam (4,1%) dari PDB).

Anggaran belanja Kementerian Pertahanan pun hingga 2020 masih didominasi oleh belanja pengawai. Di tengah keterbatasan alokasi anggaran untuk pengadaan alutsista, justru anggaran untuk belanja pegawai menunjukkan peningkatan per tahun. Selama periode 2016-2020 saja , rata-rata alokasi anggaran untuk belanja pegawai sebesar Rp45,8 triliun (40,3%), belanja barang Rp38,4 triliun (33,8%) dan belanja modal Rp29,5 triliun (26%). Dari data diatas saja membuat program pendanaan program ini masih diragukan. Bukan hanya itu program pengadaan alat utama sistem senjata yang lain pun masih tanda tanya besar.

Tetapi apabila program KFX/IFX berhenti, maka akan banyak kerugian yang akan didapat oleh Indonesia. Kerugian ini seperti kerugian finansial yang diakibatkan oleh pembayaran sebelumnya yang akan hangus. Investasi yang telah dilakukan negara seperti pembangunan hanggar Assembly di PT Dirgantara Indonesia menjadi juga sia - sia. Padahal program ini masih menjadi program prioritas nasional menurut Peraturan Presiden Nomor 136 Tahun 2014.

Satu hal yang pasti, penguasaan teknologi tinggi memerlukan komitmen politik yang kuat dari pemerintah dan hasilnya tidak dapat dipetik dalam lima tahun atau sepuluh tahun kedepan.

Sumber / Referensi :

Kompas.com (2022)

Indomiliter.com (2022)

Kementerian Pertahanan RI (2021)

Kementerian Keuangan RI (2022)

Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI, 2020)

Peraturan Presiden Nomor 136 Tahun 2014 tentang Program Pengembangan Pesawat Tempur IF-X.

Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Program Pengembangan Pesawat Tempur IF-X.