Geger Budaya yang Dihadapi Mahasiswa Baru

Pandemi virus corona tidak terasa sudah berlangsung 2 tahun lamanya.Banyak hal yang bisa terjadi,salah satunya adalah yang dialami oleh mereka yang duduk di bangku kelas 2 SMA.Sebagian dari mereka yang memutuskan untuk melanjutkan kuliah pastinya sedang merasakan yang namanya menjadi maba (mahasiswa baru).Mahasiswa dan siswa adalah suatu kata yang hampir mirip akan tetapi memiliki arti yang sangat berbeda.

Siswa merupakan pelajar yang duduk di meja belajar strata sekolah dasar maupun menengah pertama (SMP),dan sekolah menengah keatas (SMA). Siswa-siswa tersebut belajar untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu yang telah didapat di dunia pendidikan. Siswa atau peserta didik adalah mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah, dengan tujuan untuk menjadi manusia yang berilmu pengetahuan,berketrampilan, berpengalaman, berkepribadian, berakhlak mulia, dan mandiri (Kompas,1985).

Arti mahasiswa menurut KBBI atau yang lebih akrab kita dengar dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelajar yang belajar di perguruan tinggi. Dimana mahasiswa tersebut belajar sesuai dengan syarat, ketentuan dan struktur pendidikan yang berlaku.Tentu saja seseorang tersebut dapat dikatakan sebagai mahasiswa apabila ia sudah terdaftar menjadi mahasiswa di perguruan tinggi tersebut. Jika tidak tercatat dan tidak terdaftar, maka mahasiswa tersebut tidak tercatat. Karena harus tercatat dan terdaftar itulah, tidak semua orang bisa disebut mahasiswa karena syarat dan ketentuan pun membutuhkan modal uang.Dari penjelasan arti/pengertian siswa dan mahasiswa diatas,perbedaan mendasar antara keduanya terletak di jenjang yang ditempuhnya.

Berubahnya situasi yang sangat drastis ketika masih menjadi siswa dengan ketika sudah menjadi mahasiswa mengakibatkan timbulnya suatu gejala yang disebut culture shock.Culture shock atau gegar budaya dapat diartikan sebagai perasaan gelisah, cemas, dan bingung yang dialami oleh seseorang yang baru menempati suatu daerah atau wilayah baru dalam waktu yang cenderung lama atau bukan hanya sekedar untuk liburan. Gegar budaya yang umumnya terjadi adalah masalah proses berkomunikasi karena belum menguasai suatu bahasa asing secara lancar.

Alasan mengapa banyak dari maba yang mengalami culture shock sangatlah jelas.Ketika kita membicarakan tentang universitas/perguruan tinggi,yang langsung muncul di kepala kita tentunya adalah kampus-kampus besar dan favorit seperti UI (Jakarta),UGM dan UNY (Yogyakarta),ITB (Bandung),UNS,UNDIP,dan UNNES (Jateng).Tentu saja mahasiswa di universitas itu bukan hanya berasal dari wilayah mereka sendiri.Bahkan banyak juga yang berasal dari luar Pulau Jawa yang tentunya punya perbedaan dari segi adat dan istiadat.

Artikel ini sangatlah cocok bagi maba karena disini saya akan memberikan tips dan trik bagaimana cara mengatasi culture shock .Tips yang pertama adalah dengan terlebih dahulu mempelajari seluk-beluk terkait dengan daerah dimana universitas yang dituju berada.Maba harus sebisa mungkin mencari tahu tentang budaya, tradisi, kebiasaan, peraturan, dan perilaku-perilaku masyarakat sekitar yang berkembang di daerah tersebut.

Maba juga harus mempelajari tentang bagaimana cara orang-orang disana bergaul,entah itu tentang bagaimana cara kita memperlakukan teman sebaya,bagiamana cara berinteraksi dengan orang yang lebih tua,orang yang lebih muda,dan karena kita merupakan mahasiswa,maka kita harus sebisa mungkin paham betul bagaimana cara kita berinteraksi dengan dosen kita nantinya.

Terkadang ada juga kebiasan dan adat-istiadat yang tidak sesuai dengan agama kita.Pola pemikiran terbuka sangat dibutuhkan di situasi seperti ini,dimana kita tidak boleh asal langsung menjelekkanya,tetapi berkompromilah dengan situasi tersebut.Kita juga harus mecari solusi jalan tengah agar bisa mengambil tindakan yang benar ketika suatu saat harus berhadapan dengan situasi tersebut.Jangan sampai kita salah ambil tindakan yang berakhir salah paham dan menyakiti hati mereka.

Proses penyesuaian ini juga perlu waktu yang lama.Oleh karena itu kita juga bisa menyelinginya dengan mengerjakan hobi kita.Hobi dan kegiatan selingan lainya akan membuat suasana berubah dan tentunya menghilangkan rasa penat yang ada.Kita juga tidak lupa harus menjaga komunikasi dengan keluarga dirumah ketika kita sudah berada di tempat tujuan.Komunikasi yang dilakukan dengan keluarga tentunya dapat membuat kita tenang dan merasa tidak sendiri di tempat tujuan.

Tips kedua adalah sebisa mungkin menghafal berbagai lokasi-lokasi penting seperti dimana terminal dan stasiun terdekat,lalu dimana swalayan dan tempat peribadatan berada.Ketika sejak awal maba sudah mempersiapkan dengan mencari lokasi tersebut di google maps, tentunya akan mengurangi gejala culture shock yang ada.

Tips ketiga adalah dengan sebisa mungkin memperbanyak relasi.Tidak hanya untuk mengurangi gejala culture shock ,memperbanyak relasi juga merupakan suatu obat untuk segala masalah yang ada.Ketika kita punya banyak kenalan tentu saja persentase kemungkinan kita dibantu ketika mengalami masalah juga semakin tinggi.

Nah itulah tips dan trik bagaimana cara mengatasi culture shock yang ada.Culture shock bukanlah masalah yang serius ketika kita mempunyai persiapan untuk menghadapinya.Jadi para maba dan teman-teman semua jangan lupa untuk menerapkan tips dan trik tadi yaaa,terimakasih

7 Likes