Dasar Asumsi Mengenai Kata-kata Kerabat yang Berasal dari Sebuah Bahasa Proto

Menurut Keraf (1996:29), bahasa Proto adalah bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa- bahasa yang sekerabat.Dalam membandingkan kata- kata untuk menetapkan kata-kata mana yang merupakan kata kerabat dan mana yang tidak, maka perlu dikemukakan lagi suatu asumsi lain dalam metode perbandingan, yaitu: fonem bahasa proto yang sudah berkembang secara berlainan dalam bahasa- bahasa kerabat, akan berkembang terus secara konsisten dalam lingkungan linguistis masing-masing bahasa kerabat. Oleh sebab itu, dalam rangka perbandingan itu, fonem-fonem dalam posisi relatif sama dibandingkan satu sama lain. Jika antar bahasa mempunyai hubungan genetis, maka pasangan fonem-fonem tersebut akan timbul kembali dalam banyak pasangan lain. Tiap pasangan yang sama yang selalu timbul dalam hubungan itu, dianggap merupakan pantulan suatu fonem atau alofon dalam bahasa protonya (Keraf, 1991: 127).Sedangkan hubungan kekerabatan dan keseasalan itu pada umumnya bertolak dari pengelompokan bahasa-bahasa dan rekonstruksi protobahasanya. Pengelompokan adalah penentuan bahasa-bahasa dalam suatu susunan atau protokerabat (family tree). Selanjutnya rekonstruksi protobahasa adalah penetapan satuan-satuan kebahasaan sebagai proto- bentuk. Dengan demikian, melalui penge- lompokan dan rekonstruksi dapat diperoleh kejelasan hubungan kekerabatan dan keseasalan sesuai dengan jenjang struktur dan silsilah kekerabatan bahasa.
Referensi :

  • LEKSIKOSTATISTIK SEBAGAI ALTERNATIF PENENTUAN KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DAERAH,Sudjalil NASBASA Edisi 3 Tahun 2018
    E-ISSN Universitas Muhammadiyah Malang
    -RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 365-351 PEMANFAATAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATAIF DALAM PEMETAAN BAHASA-BAHASA NUSANTARA

Terdapat beberapa kesamaan dalam bahasa yang berasal dari proto yang sama, yaitu fonetik (kesamaan sistem bunyi), morfologis (kesamaan bentuk kata), dan sintaksis (hubungan antarunsur bahasa). Menurut Keraf (1984: 128), untuk memenuhi kriteria sebagai pasangan kata yang kerabat, paling tidak harus memenuhi ketentuan seperti pasangan itu identik (konstan), hubungan erat tentang fonemis, memiliki kemiripan dari segi fonetis, dan memiliki satu fonem yang berbeda. Apabila pasangan kata sudah memenuhi kriteria tersebut, maka perhitungan persentase dengan membandingkan dua bahasa.

Setiawan, L. I. (2020). Hubungan Kekerabatan Bahasa Bali dan Sasak dalam Ekoleksikon Kenyiuran: Analisis Linguistik Historis Komparatif. Jurnal Inovasi Penelitian, 27-30.

Asumsi mengenai kata kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto yang didasarkan pada beberapa kenyataan berikut
pertama, ada sebuah kosa kata dari kelompok kata bahasa tertentu secara relaktif memperlihatkan kesamaan yang besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya.
kedua, perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur.
ketiga, semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat akan semakin banyak kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan

Tiani, R. (2010). Korespondensi fonemis bahasa Bali dan bahasa Sumbawa. Kajian Sastra, 34(2).

Pada kajian linguistik historis komparatif hubungan kekerabatan antar bahasa serumpun dapat dibuktikan dengan berdasar pada unsur warisan bahasa asal atau proto bahasa (Hock, 1988). Menurut jurnal yang berjudul Pemanfaatan Linguistik Historis Komparatif dalam Pemetaan Bahasa-bahasa Nusantara yang ditulis oleh La Ino memaparkan bahwa dalam kajian unsur warisan bahasa kerabat ialah meliputi tataran leksikal, fonologi, morfologim dan sintaksis. Di sini, tataran leksikal dan fonologi lebih umum digunakan sebagai penentuan kerabat bahasa yang serumpun.
Hal tersebut dikarenakan dengan tataran leksikal dapat memperoleh informasi mengenai budaya, sejara, kehidupan sosial, serta fakta geografis masyarakat. Sedangkan tataran folologi berhasil karena faktor segmen atau unsur fonologis merupakan unsur paling kecil dalam bahasa sehingga mudah dipahami, lebih mudah ditemukan fakta yang sekiranya diperlukan karena sebuag tutuan kecul, menjadi kajian yang cukup mapan karena banyak dikaji, serta perubahan bunyi yang beraturan menjadi indikasi adanya hubungan (Hock, 1988).

Referensi:
Ino, L. (2015). Pemanfaatan Linguistik Historis Komparatif dalam Pemetaan Bahasa-bahasa Nusantara. RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 1, No.2 Oktober 2015, 365-351.

Hal ikhwal yang menjadi asumsi kata-kata kerabat (sekerabat) dari bahasa proto melayu yakni (1) Kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis); (2) Kesamaan morfologis, yaitu kesamaan dalam bentuk kata dan kesamaan dalam bentuk gramatikal; (3) Kesamaan sintaksis, yaitu kesamaan relasi antara kata-kata dalam sebuah kalimat (Keraf, 1984: 34). Selain itu, hasil penelitian Zakiyah (2020) turut menyampaikan bahwa perkembangan bahasa dari waktu ke waktu turut menjadikan suatu bahasa memiliki kemiripan atau kekerabatan. Hal ini karena kesamaan induk bahasa atau rumpun bahasa yang sama. Dalam hal bahasa Indonesia, rumpun bahasa Austronesia menjadi Induk bahasa-bahasa di Indonesia. Dampaknya yakni banyaknya merfem imbuhan dalam bahasa-bahasa di wilayah Indonesia yang mirip atu sama lain, baik dari segi fungsi, bentuk, dan makna. Sehingga, dpaat disimpulan bahwa hal ihwal yang menjadi dasar asumsi kata-kata kerabat, meliputi kesamaan fonetik, kesamaan morfologis, kesamaan sintaksis, dan kesamaan bahasa induk (rumpun bahasa).

Daftar Pustaka
Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis.Jakarta: Gramedia.
Zakiyah, S. N., Machdalena, S., & Fachrullah, T. A. (2020). KORESPONDENSI FONEMIS BAHASA SUNDA DAN BAHASA JAWA. IdeBahasa, 2(2), 121-132. KORESPONDENSI FONEMIS BAHASA SUNDA DAN BAHASA JAWA | IdeBahasa

Pengklasifikasian bahasa dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu (1) melihat berdasarkan hasil keturunan bahasa-bahasa; (2) kesamaan tipe seperti bunyi, morfem, kata, frase, kalimat, dan sebagainya; (3) adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam suatu areal atau wilayah; (4) faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat seperti status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa.

Sedangkan menurut Mahsun (dalam Irham & Arifuddin, 2021), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam linguistik historis komparatif antara lain:

  1. Penentuan status isolek sebagai bahasa;
  2. Penentuan hubungan kekerabatan dan pengelompokkan bahasa;
  3. Rekonstruksi bahasa purba; dan
  4. Penentuan pusat persebaran bahasa.

Sumber:
Irham & Arifuddin. 2021. RELASI KEKERABATAN ANTAR BAHASA SASAK-SUMBAWA-BIMA DITINJAU DARI LETAK GEOGRAFISNYA. Edu Sociata: Jurnal Pendidikan Sosiologi. 4(2). 1-22. https://doi.org/10.33627/es.v4i2.655

Konsep bahasa asal atau proto bahasa sesungguhnya bukanlah merupakan wujudnya tabahasa, melainkan suatu bentuk yang dirancang bangun atau dirakit kembali sebagai gambaran tentang masalalu suatu bahasa. Dengan adanya ciri-ciri warisan yang sama, keeratan hubungan keseasalan antara bahasa-bahasa kerabat dapat ditemukan dan sistem proto bahasanya dapat dijejaki. Rekonstruksi protobahasa berpijak pada dua hipotesis, yakni hipotesis keterhubungan dan hipotesis keteraturan (Jeffers dan Lehiste, 1979:17; Hock, 1988:567). Ciri umum yang dimiliki hipotesis keterhubungan ini adalah kemiripan dan kesamaan wujud kebahasaan. Salah satu ciri yang paling diandalkan adalah kemiripan bentuk dan makna kata-kata. Kata-kata yang memiliki kemiripan atau kesamaan bentuk dan makna yang biasa disebut kosa kata seasal (cognate set) bukan sebagai pinjaman, kebetulan, atau kecenderungan semesta, tetapi dihipotesiskan sebagai warisan dari asal-usul yang sama.

Referensi
Ina, L. (2015). Pemanfaatan Linguistik Historis Komparatif dalam Pemetaan Bahasa-Bahasa Nusantara. Jurnal Retorika, 1(2), 351-365.

Dalam membandingkan kata- kata untuk menetapkan kata-kata mana yang merupakan kata kerabat dan mana yang  tidak, maka perlu dikemukakan lagi suatu asumsi lain dalam metode perbandingan,  yaitu: fonem bahasa proto yang sudah berkembang secara berlainan dalam bahasa- bahasa kerabat, akan berkembang terus secara konsisten dalam lingkungan linguistis  masing-masing bahasa kerabat. Oleh sebab itu, dalam rangka perbandingan itu,  fonem-fonem dalam posisi relatif sama dibandingkan satu sama lain. Jika antar  bahasa mempunyai hubungan genetis, maka pasangan fonem-fonem tersebut akan  timbul kembali dalam banyak pasangan lain. Tiap pasangan yang sama yang selalu  timbul dalam hubungan itu, dianggap merupakan pantulan suatu fonem atau alofon  dalam bahasa protonya (Keraf, 1991: 127). 
Untuk menetapkan kata-kata kerabat (cognates) dari bahasa-bahasa yang  diselidiki, maka hendaknya diikuti prosedur-prosedur berikut: a. gloss yang tidak  diperhitungkan, b. pengisolasian morfem terikat, dan c. penetapan kata kerabat. Glos  yang tidak diperhitungkan itu adalah katakata kosong, yaitu glos yang yang tidak ada  katanya baik dalam salah satu bahasa maupun dalam kedua bahasa. Kedua, semua  kata pinjaman entah dari bahasa-bahasa kerabat maupun dan bahasa-bahasa non- kerabat. Ketiga, kata-kata jadian pada sebuah kata benda atau mengenai sebuah kata  benda memperlihatkan bahwa kata itu bukan kata dasar. Keempat, bila dalam gloss  ada dua kata yang sama, yang satu merupakan kata dasar dan lain kata jadian dengan  dasar yang sama, maka gloss untuk kata dasar yang diperhitungkan, sedangkan kata  jadiannya tidak diperhitungkan.
Bila dalam data-data yang telah dikumpulkan itu terdapat morfem-morfem terikat, maka sebelum mengadakan perbandingan untuk mendapatkan kata kerabat  atau nonkerabat, semua morfem terikat itu harus dipisahkan terlebih dahulu (Keraf,  1991:128).

Referensi:
Sudjalil, S. (2018, October). LEKSIKOSTATISTIK SEBAGAI ALTERNATIF PENENTUAN KEKERABATAN BAHASA-BAHASA DAERAH. In Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA) (Vol. 2, No. 2).

Rekonstruksi protobahasa berpijak pada dua hipotesis, yakni hipotesis keterhubungan dan hipotesis keteraturan. Ciri umum yang dimiliki hipotesis keterhubungan ini adalah kemiripan dan kesamaan wujud kebahasaan. Salah satu ciri yang paling diandalkan adalah kemiripan bentuk dan makna kata-kata. Hipotesis keteraturan berwujud perubahan bunyi yang bersistem dan teratur pada bahasa-bahasa turunan. Sebuah segmen bunyi dari proto bahasa yang terwaris melalui kosakata seasal berubah secara teratur pada suatu bahasa turunan. Sedangkan menurut Keraf (1990), dasar asumsi tersebut ialah:

  1. Sejumlah besar kosa kata dari suatu kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar bila dibandingkan dengan kelompok lainnya.
  2. Perubahan fonetis dalam sejarah bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur.
  3. Semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat, semakin banyak pula terdapat kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.

Dengan cara berikut:
(1) mengumpulkan sejumlah kata
dari kosakta dasar, dan (2) menentukan pasangan kosakata dasar yang sekerabat.

Sumber:
Keraf, Gorys. (1991). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

Teori ini  dikembangkan antara lain oleh Jacob  Grimm (1787-1863), Lehman (1972), Hock  (1988), Bynon (1979). Teori ini disebut  juga teori diakronik, yaitu menyangkut analisis bentuk dan keteraturan perubahan bahasa-bahasa umum misalnya yang  dilengkapi dengan perubahan bunyi, untuk  merekonstruksi bahasa masa lalu, yaitu bahasa purba (proto) yang hidup pada ribuan  tahun sebelum itu. Bahasa purba (proto) ini  berubah dan pecah menjadi beberapa bahasa turunan karena factor tempat dan waktu  (Bynon, 1979:54). Bahasa-bahasa turunan  ini mewarisi kaidah-kaidah bahasa asalnya  dan akan berbeda karena perkembangan  (inovasi) yang terjadi belakangan setelah  bahasa itu berbeda (Bynon, 1979:61).

Referensi
Ina, L. (2015). Pemanfaatan Linguistik Historis Komparatif dalam Pemetaan Bahasa-Bahasa Nusantara. Jurnal Retorika, 1(2), 351-365.

Keraf (1984:34) mengatakan bahwa bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari proto yang sama selalu akan memperlihatkan kesamaan-kesamaan berikut:
(1) kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis);
(2) kesamaan morfologis, yaitu kesamaan dalam bentuk kata dan kesamaan dalam bentuk gramatikal;
(3) kesamaan sintaksis, yaitu kesamaan relasinya antara kata-kata dalam sebuah kalimat.

Menurut (Keraf 1996:29) bahasa proto adalah bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat. Keraf (1984:37) menyatakan bahwa asumsi mengenai kata-kata kerabat didasarkan pada:

  1. Perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan sifat yang teratur
  2. Ada sejumlah besar kosa kata dari suatu kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya.
  3. Banyaknya penelusuran sejarah bahasa-bahasa kerabat, semakin banyak pula terdapat kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Menurut Keraf, bahasa Proto adalah bahasa tua yang menurunkan sejumlah bahasa-bahasa kerabat.
Keraf (1984) menyebutkan asumsi tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu:
Ada sejumlah besar kosa kata dari suatu kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur. Keteraturan ini oleh Grimm dinamakan hukum bunyi.
Semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat, semakin banyak terdapat kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan.

Keraf, G. (1984). Linguistik Bandingan Historis . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama